Peran Hikayat dalam Perang Belanda Melawan Aceh

Peran Hikayat dalam Perang Belanda Melawan Aceh

Oleh:  T.A. Sakti

DALAM   rangka menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke – 78, banyak kisah yang dapat diceritakan mengenai Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Belanda yang berlangsung hampir 70 tahun (1873 s/d 1942). Di antara bahasan yang  menarik adalah peran Hikayat Perang Sabil, termasuk Hikayat Muda Balia di dalamnya.

Hikayat Muda Balia tempo dulu ditemukan dalam kehidupan masyarakat Gampong  Bucue, Kecamatan Sakti, kabupaten Pidie(sekarang). Menurut keterangan masyarakat, hikayat ini telah diajarkan secara turun- temurun kepada setiap generasi. Untuk menjaga ke-keberadaannya, maka hikayat ini disalin kembali oleh Teungku (Tgk)  Ibrahim atau lebih dikenal dengan nama Abi Nyak Jali  atau ayah dari seorang putra yang bernama Jalil. Saat menyalin hikayat itu, Tgk Ibrahim adalah seorang gerilyawan  Muslimin Aceh.

Sebagai tempat persembunyian untuk menyusun strategi perlawanan terhadap Belanda, masyarakat menjadikan rumpun bambu sebagai tempat persembunyian atau dikenal sebagai banteng alam. Dalam benteng ini segala aktivitas para pejuang dilakukan, termasuk  hikayat Muda Balia juga disalin dalam benteng tersebut tahun 1326 H, yaitu setelah 37 tahun pecah perang antara Kerajaan Belanda dengan Kerajaan Aceh yang dimulai tahun 1289 H (1873 M).

 Menurut hemat penulis  Hikayat Muda Balia ditulis karena sang penulis terinspirasi dari hikayat lama seperti Hikayat Prang Sabi lainnya, baik yang ditulis oleh Syekh Muhammad Saman (Tgk. Chiek Di Tiro), Tgk. Chiek Pante Kulu dan lainnya.  Hikayat ini menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat sebagai penyemangat atau konsumsi jiwa dalam melawan  pasukan Belanda.

  Isi Hikayat Muda Balia

Hikayat Muda Balia merupakan  nasihat perang yang dikisahkan dalam bentuk syair. Penulis  membagi Isi hikayat kepada lima bagian yaitu:

Bagian pertama berupa mukaddimah dan nasihat perang sabil. Bagian ini terdiri dari 30 bait, diawali dengan pendahuluan yaitu berupa puji-pujian kepada Allah Swt kemudian dilanjutkan dengan nasehat perang sabil. Dalam bait-bait adanya nasehat pentingnya ibadat dalam kehidupan ini, jangan hanya mencari harta namun ibadat dilupakan, Anak yatim harus dikasihani, dan umat muslim dilarang berteman dengan kafir Belanda karena mereka orang-orang yang dilaknat Allah. Kafir Belanda harus diperangi bukan untuk berteman karena akan merugi barang siapa yang menjadikan kafir Belanda sebagai teman.

Bagian kedua terkait dengan cerita sang pemuda yang mengabdikan diri dalam perang sabil, bait ini terdiri dari 38 bait.  Cerita bermula dari seorang pemuda yang tidak lagi memiliki ibu dan bapak dan hanya tingga sendiri di dunia fana. Pada suatu hari ia ikuti pengajian, yang  dipimpin oleh Tgk. Abdul Wahed. Dalam pengajian tersebut setelah pembacaan ayat suci Al-Quran, kemudian Tgk. menjelaskan barang siapa yang mau menjual nyawa dan harta pada jalan perang sabil, maka Allah akan menggantikan hutang tersebut dengan mahliga surga terindah.

 Sang Muda Balia yang berumur 15 tahun langsung menyodorkan dirinya kepada Tgk. dan menyatakan kesediaannya untuk ikut dalam perang sabil. Saat mendengar pernyataan Muda Balia sang Tgk. terperangah dan merasa heran.

Muda Balia terus menyakinkan Tgk. untuk mengikutkan dirinya dalam perang sabil dan ia menyatakan tekatnya telah bulat dan tidak akan mundur lagi. Ia menyatakan dapat dipegang janjinya dengan Allah dan Rasulullah serta Tgk. sebagai saksi atas keinginannnya mengikuti perang sabil. Setelah mengucapkan itu sang Muda Balia pulang untuk mempersiapkan diri ikut perang sabil, ia mulai mengemas pakaiannya seadanya, memakai serban dan membeli perlengkapan perang.

 Setelah dia merasa perlengkapannya telah siap sedia, ia pun kembali bertemu  Tgk. untuk menuju medan perang. Setiap hari mereka berjalan dan beristirahat di malam hari dalam langkah menuju perang sabil.

Bagian ketiga berisi tentang mimpi sang Muda Balia, bagian ini terdiri dari 190 bait yang seluruhnya mengisahkan perjalanan Muda Balia dalam surga. Mulai dari lapisan surga pertama sampai lapisan surga kedelapan, surga khusus bagi mereka para syahid  perang sabil.

Dalam setiap lapisan perjalanannya ia mengira itulah tempatnya dan ia tak mampu membayangkan begitu besar nikmat Allah, namun setiap ia berjalan ia selalu diarahkan ke lapisan-lapisan berikutnya sampai akhirnya ia sampai kepada lapisan kedelapan dan di sana ia telah ditunggu oleh calon sang istri dalam sebuah mahligai yang indah.

Perjumpaannya dengan sang pujaan hati (Ainal Mardhiah) tidak berlangsung lama, hanya sekejab karena nyawa di badan belum suci karena hutang perang sabil dengan Rabbi belum ditunaikan. Sang pujaan hati meminta Muda Balia  untuk menunaikan hutangnya dan kembali dengan hati yang riang.

Bagian keempat adalah cerita perjalanan Muda Balia dalam menunaikan hutang perang sabil. Mimpi yang ia alami membawa pengaruh besar dalam perjuangannya menjalankan perang sabil. Saat ia terbangun dari mimpi, ia menceritakan mimpi tersebut kepada Tgk. dan diperdengarkan kepada rekan-rekan sekalian, sehingga semangat yang timbul dalam jiwa Muda Balia ikut dirasakan oleh segenap rakan-rakannya.

Bagian ini terdiri dari 36 bait, setiap bait dikisahkan secara berurutan mulai dari ia terbangun dari mimpi, kemudian ia menuju medan perang dan berhasil membunuh 9 (sembilan) orang kafir dan akhirnya ia meninggal dalam perang. Kematiannya membuat sedih semua rekannya terutama Tgk. Abdul Wahed. Melihat kematian sang Muda Balia, muka Tgk. merah padam dan ia kembali menerjang para musuh tanpa kenal henti, sampai akhirnya sebagian kafir yang selamat telah melarikan diri, maka pasukan muslim kembali pulang.

Bagian ke lima merupakan penutup atau nasihat perang dan sedikit kisah sang penyalin hilayat. Ia salah seorang prajurit perang pada masa perang Belanda di Aceh. Bait ini terdiri dari 16 bait, akhir dari kisah Muda balia ditutup dengan beberapa nasihat perang sabil. Begitu balasan yang diberikan Allah Swt, laut dan darat bagaikan tiada arti. Maka sudah selayaknya setiap muslim ikut sekalian memerangi kafir Belanda.

 Penyalin menjelaskan bahwa ia berasal dari Gampong Bucue, nanggroe Lam Meulo, Pidie.  Saat ia keluar rumah mencari kambing, dalam perjalanan ia dibisiki  orang bahwa  kafir Belanda datang berduyun-duyun masuk kampungnya.

Ia berlari melewati  sawah masuk kampung dan bersembunyi dalam lueng (sungai) serta menyamar menjadi nenek-nenek tua sedang mencuci kain, sampai akhirnya ia selamat. Di bait akhir hikayat ini dijelaskan bahwa Hikayat Muda Balia selesai disalin pada hari Ahad tanggal 22 Rabiul Akhir tahun 1326 H.

Atas sponsor Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Banda Aceh; saya bersama Muhammad.Nasir. S.Pd –sekarang sebagai  Kepala Sekretariat Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat- melakukan pengkajian terhadap Hikayat Muda Balia, lalu diterbitkan oleh lembaga itu tahun 2006. 

*Penulis, pensiunan dosen Pendidikan Sejarah FKIP USK melaporkan dari Gampong Bucue, Kecamatan Sakti, Pidie.

**Tambeh: Karangan ini pernah dimuat dalam rubrik Jurnalisme Warga, Serambi Indonesia, Banda Aceh; Sabtu, 12 Agustus 2023/25 MUHARRAM  1445 H, halaman 10.

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.

Atas ↑