Pengakuan Pertama terhadap Kemerdekaan Republik Indonesia

Pengakuan Pertama Terhadap Kemerdekaan Republik Indonesia

Oleh: T.A. Sakti

SEKARANG, ada orang yang merasa heran dan bertanya:   kenapa Republik Indonesia selalu berpihak dan mendukung negara-negara Arab  dalam sengketa Arab – Israel  dalam  masalah Palestina?.

 Orang yang merasa heran itu, mungkin telah melupakan sejarah. Atau memang sama sekali  tidak mengetahui tentang peristiwa sejarah itu.  Karena hingga dewasa ini, disengaja atau tidak,  memang Peristiwa Sejarah itu  masih  langka diketahui  rakyat Indonesia. 

          Keakraban hubungan antara rakyat di kepulauan  Nusantara  kita dengan rakyat Timur Tengah telah berlangsung berabad-abad.  Terutama ketika agama Islam telah dianut oleh mayoritas  penduduk negeri kita.  Khusus hubungan dengan  rakyat atau tokoh-tokoh Palestina, ada  peristiwa penting  yang perlu kita catat di sini. 

Pada   16 September 1944 Radio Berlin menyiarkan pidato  ucapan selamat dari tokoh pejuang Palestina  atas  “Janji  Jepang”  memberi  kemerdekaan Indonesia. Saat itu pejuang Palestina Amin Al Husaini  berada di Jerman karena melarikan diri dari tangkapan Sekutu, yang telah menduduki Palestina dan Timur Tengah. 

 Lantaran sangat mencintai perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia, janji kemerdekaan  dari Jepang itu oleh Mufti Besar  Amin Al Husaini langsung mengumumkan bahwa Indonesia telah merdeka.  Pengumuman  tokoh Palestina ini sempat menggoncangkan seluruh Timur Tengah, karena Harian Al Ahram, Kairo turut memberitakannya.

Sesudah kembali ke Mesir karena mendapat suaka politik di sana, Amin Al-Husaini masih tetap gigih membantu perjuangan Indonesia. Ia cukup dikenal dan disegani di negara-negara Arab.

           Salah seorang tokoh Palestina lain  yang sangat kuat mendukung perjuangan Indonesia di luar negeri adalah Mohammad Ali Atthahir. Dengan surat kabarnya Assyura (Pembela Bangsa-bangsa Terjajah), setiap hari menyiarkan berita-berita yang selalu merugikan posisi kolonial Belanda di arena internasional.

 Ketika Delegasi Republik Indonesia berada di Kairo untuk menandatangani persahabatan dengan negara-negara Arab, Muhammad Ali Atthair ikut memberi  kehormatan kepada delegasi dengan jamuan makan malam di kantornya.

Sekali waktu, Panitia Pembela Kemerdekaan Indonesia di Kairo kesulitan keuangan, tanpa ragu-ragu uang simpanan  Mohammad Ali Thahir di Bank diserahkan kepada Ketua Panitia.

Jadi, dukungan Indonesia kepada perjuangan Palestina  sekarang ini, di samping memang karena politik luar negeri Indonesia “bebas aktif”,  tentu jelas  pula karena kita telah banyak menerima jasa orang disaat-saat pahit dahulu. Singkatnya, ada budi-ada talas.  Bukankah kita terkenal sebagai bangsa kaya budi.

                                                                         Dukungan Liga Arab

          Guna memberi  dukungan yang lebih positif lagi kepada perjuangan Indonesia, rakyat Mesir di bawah pemimpin-pimpinan mereka mengadakan rapat umum 16 Oktober 1945. Bedasarkan desakan berbagai pihak, selesai rapat tersebut dibentuklah sebuah badan yang disebut Panitia Komite Pembela Indonesia.

Tugas panitia  ini adalah mempengaruhi pendapat umum (Public oponion) rakyat Timur Tengah untuk kemenangan Indonesia. Panitia mendesak kerajaan Mesir dan negara-negara Liga Arab mengakui kemerdekaan Indonesia sepenuhnya.

Ketua Panitia Komite Pembela Indonesia Jenderal Mohammad Saleh Harbi Pasya , yang pernah menjadi Menteri Pertahanan  Mesir. Diantara anggota panitia ini ialah Abdurrahman Azzam Pasya yang juga Seketaris Jendral (Sekjen) Liga Arab,  M.Ali  Attahir-pejuang Palestina dan semua tokoh Mesir di Kairo.

Setelah menempuh berbagai rintangan, barulah dalam  Sidang Liga Arab tgl. 18 November 1946 memustuskan ,bahwa setiap negara anggota Liga Arab dianjurkan mengakui kemerdekaan Indonesia secara penuh, de facto dan de jure.

Sidang  kali ini juga menugaskan kepada Sekjen Liga Arab untuk mengirimkan perutusan ke Indonesia guna menyampaikan maksud Liga Arab tersebut.

Pada mulanya Abdurrahman Azzam Pasya selaku Sekjen LIga Arab bermaksud memimpin sendiri  perutusan itu ke Indonesia. Tapi  niat baik Sekjen Liga Arab ini dihalangi oleh Sekutu, terutama Inggeris, yang tidak bersedia memberikan  visa kepada para perutusan.

Kemudian, dengan penuh rahasia karena takut  diketahui mata-mata  Sekutu;  Abdurrahman Azzam Pasya menghubungi Konsul Jendral  Mesir di Bombay untuk berangkat ke Indonesia. Dengan menyamar sebagai turis, Konsul tersebut Abdulmun’im  berangkat dari Bombay, India menuju Singapura.

Atas usaha Ktut  Tantri seorang wanita Amerika yang telah lama berjuang buat  Indonesia,  maka dapatlah sebuah pesawat Dakota.

Bersama  Ktut  Tantri,  Abdulmun’im menyabung nyawa menembus blokade. Penerbangan  nekat tersebut akhirnya mendarat juga di lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta.

Sungguh suatu kemenangan besar bagi pejuang Indonesia di bidang diplomasi  dengan kedatangan Abdulmun’im. Tentang bagaimana keadaan rakyat Indonesia menerima utusan Liga Arab itu, dapat kita ikuti  dari cuplikan pidato Bung Karno selaku Presiden Republik Indonesia  sebagai berikut:

         “Kami telah mendengar bahwa Liga Arab telah mengamanatkan kepada negara-negara Arab anggotanya supaya mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Maka dapatlah digambarkan bagaimana besar kegembiraan kami menyambut kedatangan Tuan  untuk menyampaikan kepada kami keputusan itu.

 Atas nama bangsa Indonesia  kami mengucapkan terima kasih kepada Liga Arab  atas keputusan besar yang didasarkan atas persahabatan  dan keikhlasan itu” ( Bung Karno,  ketika memberi  kata-kata sambutan  kepada Utusan Istimewa Liga Arab  Abdulmun’in, tgl. 15 Maret 1947(Lihat: M. Zein Hassan Lc.Lt  dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri”, Bulan Bintang, 1980, halaman  194).

Utusan  Abdulmun’in, disamping bertugas menyampaikan keputusan sidang Liga Arab, juga membawa pesan agar pemerintah Indonesia dengan segera mengutuskan delegasi ke Timur Tengah.   Bersama-sama delegasi Indonesia, Abdulmun’im pulang ke Kairo untuk melapor hasil missinya di Indonesia.

Dengan jumlah anggota delegasi empat orang,  yaitu Haji  Agussalim sebagai ketua, Abdurrahman  Baswedan (kakek Anies Rasyid Baswedan, Calon Presiden tahun 2024),  H.Muhammad Rasyidi, Mr. Nazir Pamuncak bertolaklah delegasi Republik Indonesia  ke Timur Tengah. 

Sambutan meriah mereka terima ketika tiba di Kairo. Halaman-halaman muka harian Mesir dipenuhi dengan berita kedatangan delegasi.

 Singkat cerita, Tgl.10 Juni 1947 (12 Rajab 1366 H ) berlangsunglah penandatanganan perjanjian persahabatan Indonesia-Mesir di gedung Kementerian  L uar Negeri. Pihak  Indonesia diwakili oleh H.Agussalim sebagai Menteri Muda luar negeri Indoneisa, sementara dipihak Mesir diwakili oleh Mahmud Fahmi Nukrasyi sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri.

Perjanjian persahabatan ini menentukan sekali bagi kedudukan Indonesia di arena internasional , karena hal ini peristiwa pertama kali terjadi sejak proklamasi 17 Agustus 1945.

Dengan pengakuan Mesir secara penuh (de facto-de jure), Indonesia telah memenuhi  syarat internasional, sebagai satu negara yang sudah dapat duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan negara manapun di dunia.  Kedutaan pertama Republik Indonesia  di luar negeri  adalah  di Mesir.

Sesudah mendapat pengakuan resmi negara  Mesir,  delegasi Indonesia menuju negara-negara  Arab lainnya. Sebagai hasil dari  missi kali ini Indonesia mendapat pengakuan resmi dari semua negara Arab yang sudah  merdeka, yaitu Suriah, Irak ,  Arab Saudi,  Yaman,  Lebanon,  yang kesemuanya anggota Liga Arab.

*Tambeh: Artikel ini telah dimuat dalam rubrik “Jurnalisme Warga” Serambi Indonesia, hari Senin,  21 Agustus 2023/4 SAFAR  1445 H, halaman 10.

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑