ASEAN – Perlu Lebih Serius Diperkenalkan Kepada Masyarakat Asia Tenggara!

Hambatan-Hambatan Memasyarakatkan ASEAN:

 

Wawasan Para Pelajar dan Mahasiswa Kita Tentang Asia Tenggara

Oleh : T.A Sakti

 

 

ASEAN (Association of South East Asian of Nations) yang didirikan berdasarkan deklarasi Bangkok tanggal 8 Agustus 1967, kini telah berusia hamper 29 tahun.

Dalam perkembangannya yang semakin mantap dan menggembirakan itu, ASEAN telah banyak berbuat.

 

Keakraban di antara negara anggota ASEAN telah berlangsung, yang kesemuanya semakin mempererat persatuan sesama anggota. Puncak pertemuan ASEAN,  yaitu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri kepala negara/kepala pemerintahan dari negara anggota telah diadakan lima kali. Malah, mulai tahun ini (Desember 1996) akan dilangsungkan setahun sekali (KTT formal diadakan 3 tahun sekali).

Pertemuan tingkat menteri antara negara ASEAN dari berbagai bidang/ “departemen” telah diadakan puluhan kali, terutama dalam masalah ekonomi. Di bidang perdagangan, ASEAN telah melahirkan konsep AFTA (kawasan perdagangan bebas ASEAN) yang akan mulai dijalankan pada tahun 2003.

Gema suara ASEAN yang padu dan bersatu, bukan hanya pada tingkat regional ASEAN saja, tetapi sudah menyebar ke forum-forum internasioal, termasuk ke urusan-urusan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pendek kata, ASEAN sudah diperhitungkan, berwibawa dan didengarkan. Sementara itu, ASEAN sendiri pun semakin nampak tumbuh rasa percaya diri dan tidak mudah “mengekor” kepada tekanan yang datang dari pihak manapun.

Mungkin terlintas di benak kita, bahwa gerak perkembangan ASEAN ini diketahui mayoritas rakyat negara-negara ASEAN sendiri. Alasannya, karena setiap peristiwa yang berhubungan dengan ASEAN biar sekecil apapun selalu disebarluaskan oleh media massa seperti radio, televisi, surat kabar dan lain-lain.

Perkiraan di atas, amat jauh meleset dari kenyataan sebenarya! Menurut perhitungan kasar Ranjit Gill penulis buku “ASEAN” penerbit PT. Gramedia, Jakarta 1988) menunjukkan : “Bahwa satu dari  setiap 20 orang Indonesia memahami apa ASEAN itu. Jawaban yang sama bisa diharapkan di Filipina, tetapi persentasenya dan kesadarannya kurang di Thailand dan Malaysia. Dalam kasus Singapura dan Brunei beberapa mengetahuinya”, tulisnya.

Mungkin saja benar, jika dikatakan bahwa perkiraan Ranjit Gill sudah tak terpakai lagi pada tahun 1996 ini. Namun menurut pendapat saya perbedaan persentasenya tidaklah terlalu besar.

Keliru

Berpegang pada perkiraan Ranjit Gill, ternyata di antara penduduk negara-negara ASEAN, bangsa Indonesia-lah yang dominan lebih mengetahui tentang ASEAN. Namun, kenyataan itu janganlah terlalu dibanggakan. Sebab, bila diamati lebih kongkrit ternyata perkiraan itu bersifat semu, kurang bisa dipertanggung jawabkan dan bombastis.

Sebagai seorang pendidik, saya berkesempatan mengamati kadar wawasan para peserta didik tentang Asia Tenggara dan Asia Timur.

Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa mayoritas para pelajar kita amat minim pengetahuannya tentang Asia Tenggara. Pernah penemuan ini saya beritahukan kepada seorang wartawan, agar bisa diangkat menjadi berita surat kabar. Wartawan itu tak sudi memuatnya, dia beralasan bahwa kenyataan itu bukanlah hal “aneh”, sehingga tak layak pula dijadikan berita. “Keadaan demikian sudah merata di seluruh Indonesia”, ucap sang wartawan tanpa perubahan ekspresi di wajahnya. Benarkah “pernyataan” wartawan itu? Wallahu a’lam.

Beberapa tahun belakangan ini, saya mengajar mata kuliah Sejarah Asia Tenggara dan Sejarah Asia Timur di sebuah perguruan tinggi (PT). Para mahasiswa saya umumnya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA, atau Sekolah Menengah Umum (SMU)- sekarang) dan tamatan Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Jadi, tingkat pengetahuan yang mereka hayati adalah tahap pengetahuan yang dimiliki para pelajar atau siswa SMU  umumnya.

Pada hari pertama atau kedua kali kuliah, kadang-kadang sengaja saya berikan sebuah test kecil. Tujuannya untuk mengukur kadar memori pengetahuan yang telah dimiliki para mahasiswa, sehingga bisa menjadi acuan bagi saya dalam memberikan kuliah pada hari-hari selanjutnya tentang mata kuliah itu.

Pertanyaan test pun tidak macam-macam. Paling sering saya tanyakan adalah : apakah yang anda ketahui tentang Asia Tenggara dan buatlah petanya disertai keterangan lengkap!

Pertanyaan tentang Sejarah Asia Timur juga tak jauh berbeda.

Ujian kecil serupa ini pernah saya adakan pada tanggal 26 Februari 1992 untuk mata kuliah Sejarah Asia Tenggara, tanggal 16 Februari 1993 juga buat sejarah Asia Tenggara dan tanggal 18 Maret 1996 bagi matakuliah Sejarah Asia Timur. Jumlah peserta test rata-rata 35 orang.

Hasil test ketiga kali itu hampir serupa. Jawaban yang saya periksa sebagian kecilnya memang benar, namun lebih banyak yang salah dan kadang-kadang mengagetkan.

Jawaban yang mengejutkan, misalnya yang menyebutkan kota Amsterdam atau Sidney, sebagai ibukota negara Brunei Darussalam. Ada pula yang membuat peta philipina di benua  Afrika yang berbatasan dengan Libya, Aljazair dan Marokko. Gambar peta yang menggelikan cukup banyak, seperti peta negara Kanada dibuat berbatasan dengan negeri Cina.

Banyak juga dijumpai yang tak tahu nama ibukota dari negara-negara di Asia Tenggara, terkecuali Jakarta dan Kuala Lumpur. Kedua nama ibu kota ini, rata-rata diketahui peserta test.

Ketidakpahaman terhadap peta Asia Tenggara banyak dialami para pelajar dan mahasiswa kita. Di antara peserta ujian, ada yang membuat peta negara-negara Asia Tenggara seluruhnya dalam bentuk pulau-pulau. Jadi, kesemua negara Asia Tenggara, sejak Indonesia dan Sembilan negara lainnya adalah berbentuk negara-negara kepulauan. Masya Allah!.

Melihat kepada tingkat pendidikan yang telah ditempuh oleh rata-rata para mahasiswa itu, kejanggalan-kejanggalan tersebut di atas semestinya tidak perlu terjadi. Sebab, mereka adalah mahasiswa pada semester IV dan II (ketika mata kuliah ini diberikan). Seorang mahasiswa seharusnya memiliki wawasan luas.

Selain itu, bekal pengetahuan mengenai geografi (ilmu bumi) sudah cukup memadai yang telah dipelajari dari beberapa jenjang pendidikan. Pada Sekolah Dasar (SD), pengetahuan yang berkaitan dengan “ilmu bumi” diberikan dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Di sekolah menengah pertama (SMP), memang diajarkan mata pelajaran Geografi, begitu pula di Sekolah Menegah Atas (SMA). Hal yang hampir serupa juga berlaku pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN). Di samping itu, guru-guru yang kreatif, banyak juga yang menyelipkan tentang geografi dalam mata pelajaran lain, seperti sejarah, agama dan….. ( ada lembaran yang hilang, akibat hempasan gelombang Tsunami Aceh, 26 Desember 2004!).

( Baca: Majalah SANTUNAN no. 226 halaman  Rubrik Khusus, Kanwil Depag Aceh, 1997).

Catatan:   Di bawah ini  adalah sambungan tulisan di atas,  yang saya kutip dari ketikan aslinya, yang juga selamat dari rendaman banjir tsunami Aceh, Bale Tambeh, Ahad, 15 Mei 2011, T.A. Sakti.

Mengapakah keanehan tersebut bisa terjadi?. Setahu penulis, hingga hari ini belum pernah diadakan suatu penelitian serius mengenai masalah itu.

                         Ragam Kesalahan

Bila bentuk-bentuk kesalahan diperincikan, maka ternyata ada beberapa ketidak pahaman para pelajar kita terhadap geografi Asia Tenggara dan Asia Timur, yaitu:

1. Kesalahan peta.

Berdasarkan hasil pengamatan saya, maka banyak hal tentang kekeliruan para siswa mengenai peta Asia Tenggara atau Asia Timur yang bisa diangkat ke permukaan. Namun, agar tulisan ini tidak terlalu panjang, saya hanya menyebutkan sebagian kecil saja.

Menyebutkan atau membuat peta negara Pakistan berupa sebuah pulau di pulau Kalimantan, sepatutnya jangan sampai dilakukan seorang lulusan SMA, bahkan sudah beridentitas mahasiswa pula. Demikian juga yang menggambarkan peta negara Vietnam dan Thailand adalah dua negara yang berbentuk kepulauan.

Saya rasa janggal pula seorang lulusan SPG  sampai membuat peta negara Brunei Darussalam adalah sebuah pulau  di sebelah utara pulau Kalimantan dan negara Singapura juga sebuah pulau di sebelah utara Irian Jaya. Tidak kurang menggelikan pula, bila peta negeri Tiongkok terletak diantara megara Laos di selatannya dan Vietnam di sebelah utaranya.

2. Kesalahan nama.

Sebagian besar peserta test tidak tahu nama ibukota dari negara-negara Asia Tenggara. Selain itu banyak juga yang tidak mengetahui nama-nama ibukota propinsi dari 27 Daerah Tingkat I di Indonesia.

Ketidak pahaman sebagian pelajar kita mengenai nama tempat, khususnya nama ibukota negara-negara Asia Tenggara atau Asia Timur memang sangat memprihatinkan dunia pendidikan kita di Indonesia.

Betapa tidak, jika mayoritas lulusan SMA atau SPG dengan tanpa merasa bersalah menyebutkan negara Vietnam ibukotanya Kamboja, Brunei beribukota Brunai Darussalam, Muangthai ibukotanya Thailand, Kamboja beribukota Laos, sedangkan negeri Cina ibukotanya RRC.

Bahkan, kita lebih prihatin lagi; sebab sebagian para pelajar kita juga tidak mengetahui nama-nama kota propinsi di Indonesia, Bukankah itu sudah keterlaluan?. Hampir tak pernah terbayangkan, bahwa  para mahasiswa kita akan menjawab kota Ujung Pandang sebagai ibukota propinsi Kalimantan Selatan, Gerontalo ibukota Kalimantan Barat, Banjarmasin ibukota Kalimantan Utara, Samarinda atau Palu ibukota Kalimantan Selatan, ataupun kota Balikpapan adalah ibukota Kalimantan Tengah.

3. Kurang wawasan

Jenis kesalahan ketiga yang dialami para pelajar kita adalah akibat minimnya pengetahuan, pemahaman( singkatnya: pengetahuan umum) tentang Asia Tenggara dan Asia Timur.

Ketidaktahuan mereka dapat dilacak lewat jawaban-jawaban yang diungkapkan; seperti menyebutkan: “ASEAN dibentuk berdasarkan azas komunis, Lee Kwan Yee adalah tokoh RRC, Filipina  dijajah Inggeris, Korea adalah suatu negara yang dipimpin oleh PM Goh Cok  Tong, Taiwan ialah negara komunis yang ingin memisihkan diri  dari Cina, dan di Taiwan banyak bangsa asing seperti Tiongkok yang menguasai hampir seluruh perekonomian di negeri itu”.

Khusus tentang Indonesia, seorang peserta test menyebutkan orang Bugis berasal dari pulau Kalimantan.

                 Perlu terobosan

Apa yang saya ungkapkan di atas bukanlah hasil penelitian serius, yang sering disebut memiliki standar ilmiah. Temuan saya, hanya merupakan hasil pengamatan “sekilas” yang mungkin menurut para pakar/ahli peneliti tidak mengandung nilai ilmiah sedikit pun. Keprihatinan yang dijumpai dalam pengamatan saya, mungkin saja hanya terjadi di suatu daerah; tidak menyeluruh ke semua jenjang pendidikan di seluruh Indonesia.

Biar pun aktualitas dari pengamatan saya  sangat kecil serta  tidak berbobot ilmiah samasekali, namun saya menganggap masalah ini termasuk keprihatinan serius yang perlu segera dibenahi. Kalau penanggulangannya tidak dilakukan, maka akan terhambatlah  kampanye memasyarakatkan ASEAN di kalangan rakyat Indonesia. Bila itu yang terjadi, tak bakallah mampu membuat ASEAN “lebih manusiawi” atau “membumi” di negara anggota ASEAN sendiri.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan rakyat Indonesia serta  warga  dari negara-negara ASEAN lainnya tentang keberadaan Asia Tenggara, maka terobosan-terobosan yang perlu ditempuh sebagai berikut:

  1. Setiap pemerintah dari  negara anggota ASEAN, perlu lebih meningkatkan mutu pengetahuan rakyatnya  mengenai Negara-negara sesama anggota ASEAN.
  2. Perlu diajarkan mata pelajaran “ASEAN” bagi semua pelajar  dan mahasiswa di negara-negara anggota ASEAN.
  3. Pemerintah di negara-negara ASEAN,   perlu  ‘mewajibkan’   media-massa di negeri masing-masing, agar mengadakan sebuah siaran/berita/rubrik khusus  tentang ASEAN. ( T.A. Sakti adalah alumnus Jurusan Sejarah  Fakultas Sastra UGM Yogyakartta, kini berdomisili di Banda Aceh ).


 *Catatan: 1. ( Baca: Majalah SANTUNAN, no. 226, rubrik  khusus, Kanwil Depag. Aceh tahun 1997).

                      2. Tahun 1997, fotocopy tulisan ini pernah saya kirim ke Kantor Sekretariat ASEAN Jakarta dan Seksi ASEAN Deplu RI, Jakarta. Mudah2an kedua lembaga ASEAN  itu sudi mengirimkan fotokopynya kepada saya buat melengkapi bagian tulisan yang ‘diamuk’ Tsunami Aceh itu, toh kota Jakarta  tak tersentuh dampak tsunami ‘kan?.

                       3.  Saya menyampaikan DO’A  SELAMAT kepada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)   ASEAN ke 18   tanggal 7 – 8 Mei 2011  yang berlangsung di Jakarta, mudah-mudahan apa yang saya amati  berlaku pada tahun 1996;   sudah teratasi pada tahun 2011 ini!. Semoga!. Bale Tambeh, 5 Mei 2011, T.A. Sakti.

 4. Tambahan kemudian: Tidak lama setelah terbitnya tulisan ini-entah kebetulan- di awal tahun 1997 pihak yang terkait lembaga ASEAN di Jakarta mengadakan “Lomba Perihal ASEAN” yang hadiahnya puluhan juta rupiah. Pengumuman lomba itu sempat saya baca   beberapa kali di layar televisi TPI saat itu. Namun, mungkin akibat ‘krisis moneter’ tahun 1997; iklan   dan berita lomba tsb juga lesap entah kemana?!!!!.Bale Tambeh, Senin, 16 Mei 2011, T.A. Sakti.

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑